Selasa, 29 April 2008

Effisiensi yang membawa bencana (sebuah lelucon)


(diambil dari sebuah millis)

Minggu lalu, saya pergi makan siang bersama beberapa teman kantor di sebuah restoran yang kabarnya cukup laris di daerah Jakartakota (untuk yang belum tahu, di Jakarta ada yang dinamakan daerah kota). Saat memesan makanan, saya perhatikan pelayan yang melayani kami membawa sepasang sendok di saku bajunya. Sedikit aneh, tapi saya tidak begitu peduli.

Namun, saat pesanan kami mulai diantar, saya melihat pelayan lain membawa pula sepasang sendok disaku bajunya. Saya jadi tertarik untuk melihat sekeliling dan ternyata memang benar dugaan saya, semua pelayan restoran tersebut membawa sepasang sendok di saku baju masing-masing.

Saya jadi ingin bertanya. “Mas kenapa semua pelayan di sini membawa sepasang sendok di sakunya?” tanya saya pada pelayan yang datang membawa sepiring sate.

“Oh begini mas,” jawab si pelayan, “pemilik restoran ini memutuskan untuk menyewa Andersen Consulting, ahli dalam hal analisa efisiensi kerja, untuk memperbaiki kinerja di restoran ini. Setelah mereka analisa selama beberapa bulan, mereka menyimpulkan bahwa pelanggan restoran ini menjatuhkan sendok makan mereka sebanyak 73,84 persen lebih sering dibandingkan peralatan makan lain yang ada di meja. Menurut Andersen Consulting, itu berarti rata rata 3 pelanggan menjatuhkan sendok per meja setiap jamnya. Jika saja semua karyawan restoran mengantisipasi hal itu, berarti kita bisa mengurangi waktu yang terbuang untuk pulang pergi ke dapur mengambil sendok pengganti dan menghemat waktu 1,5 jam waktu kerja per-shift.”

Saking kagumnya dengan penjelasan si pelayan, tanpa sengaja saya menyenggol salah satu sendok yang ada di meja. Segera saja si pelayan mengambil gantinya dari saku baju sambil berujar, “Betulkan Pak, saya tidak harus pergi ke dapur sekarang untuk mengambil sendok pengganti untuk Bapak!” Saya hanya bisa melongo dengan kejadian itu. Tapi, kisah belum berakhir di situ. Ketika pelayan lain menghidangkan pesanan tambahan, saya tetap memperhatikan sekeliling dan satu lagi hal tampak aneh. Saya perhatikan hampir semua pelayan pria memasang benang yang menyembul di ujung ritsluiting celana mereka. Benang itu diikaitkan ke ujung kancing terbawah dari baju. Lagi lagi rasa ingin tahu mengusik saya. Sebab, ternyata pelayan perempuan tak memakai aksesoris benang tersebut. Ketika si pelayan tadi datang, saya menanyakan soal benang itu.

“Wah Bapak ini orangnya perhatian sekali ya. Tidak semua pelanggan di sini memperhatikan hal-hal sedetail Bapak lho..,” puji si pelayan sedikit menggombal. Saya hanya tersenyum kecil. Apa anehnya orang suka memperhatikan detail?

“Ini juga hasil analisa Andersen Consulting Pak,” katanya melanjutkan, “Mereka menyimpulkan bahwa kami pun harus menghemat waktu yang kami habiskan di kamar kecil ketika buang air kecil. Dengan tali yang dikaitkan ke si “Adik” ini (katanya sambil menunjuk tali itu), kami tidak harus menggunakan tangan ketika mengeluarkannya. Berarti kami akan terbebaskan dari keharusan membasuh tangan setelah buang air kecil. Dan itu menghemat waktu yang terbuang di kamar kecil sebesar 25,92 persen.”

Hampir tersedak saya mendengarkan penjelasan itu. “Memang, dengan tali itu tangan jadi terbebas untuk memegang si Adik”. Tapi, bagaimana caranya untuk memasukkannya kembali ke posisi semula?” tanya saya menyelidik. Dengan setengah berbisik si pelayan berucap, “Andersen Consulting tidak menjelaskan secara spesifik tentang hal itu. Nggak tahu dengan yang lain sih Pak. Tapi, kalau saya sih pakai sendok yang ada disaku baju ini....”

Opps....., hampir tersedak aku mendengar jawabannya. Tiba-tiba saja aku jadi tidak lagi berselera untuk melanjutkan makan siangku...

Tidak ada komentar: