Senin, 18 April 2011

Fixie, "Racun" Baru Yang Seksi


Setelah sepeda lipat, dunia persepedaan kini dihinggapi virus fixie (fixed gear). Mengikuti jejak gerakan kembali ke alam, fixie pun mengajak pesepeda untuk kembali ke awal mula sepeda. Sederhana dan minimalis.

Akan tetapi masih ada salah kaprah soal sepeda satu ini. Seperti yang saya dengar saat mengantri di sebuah toko sepeda. "Ada frame fixie Om?" begitu tanya si pembeli. Frame fixie? Sudah kadung menyebar bahwa frame atau rangka fixie harus model balap, pelek tipis dengan dinding ganda, ban ngejreng tipis kecil. Padahal, fixie sejatinya mengacu ke sistem penggerak sepeda yang menggunakan fixed gear atau gir mati. Artinya, frame apa pun, pelek apa pun, ban sepeda jenis apa pun, selama girnya mati ya itu fixie.

Sepeda fixie juga dikacaukan dengan sepeda single speed. Fixie bisa masuk kelompok sepeda single speed, tapi sepeda single speed belum tentu sepeda fixie. Begitupun fixie belum tentu single speed. Soalnya ada juga fixie yang multi speed menggunakan internal hub (Intisari Maret 2010).
Memang, kebanyakan fixie adalah single speed. Bingung?

Hal yang penting lainnya, jangan jadikan fixie sebagai sepeda pertama apalagi sepeda utama. Dalam dunia olahraga sepeda, sepeda fixie dipakai di velodrome yang tanpa pengalang. Lalu diadaptasi oleh pekerja kurir di kota besar di Amerika Serikat untuk menyiasati kemacetan dan mahalnya biaya parkir. Jalanan di sana relatif datar dan mulus dan jarak jangkauan para kurir ini tidaklah luas.

Seorang teman kapok manggunakan fixie sebagai angkutan ngantor tiap harinya karna masalah "di seputar selangkangan". Sedangkan seorang pemula pernah nabrak motor saat ingin berhenti di perempatan yang ada lampu merahnya.

Persoalan ngerem memang menjadi masalah krusial. Yang sudah jago tentu tak masalah melakukan pengereman dengan teknik skid. Untuk itulah, bagi pemula sangat diwajibkan untuk memasang rem depan. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, maupun Australia, setiap sepeda wajib memiliki rem jika digunakan di jalan raya.

Mengapa dipilih rem depan? Sebelum membaca jawaban pertanyaan ini, cobalah perhatikan kendaraan di sekitar kita. Motor misalnya, jika memiliki satu rem cakram bawaan pabrik pasti dipasang di roda depan. Begitu juga dengan mobil. Rem cakram ditaruh di depan sementara untuk roda belakang hanya digunakan rem tromol atau rem drum; dan kita tahu rem cakram lebih "menggigit" dibandingkan dengan rem tromol.

Saat kita mengerem sebuah kendaraan yang sedang melaju, titik gravitasi kendaraan itu akan berpindah ke depan. Hal ini bisa dirasakan saat kita di dalam kendaraan yang direm mendadak, tubuh kita akan terdorong ke depan. Akibat berpindahnya titik gravitasi itu, maka roda bagian belakang terangkat. Untuk kendaraan berat tentu tidak kentara. Berbeda dengan sepeda.

Nah, apa gunanya mengerem roda belakang yang kehilangan daya gigit ke permukaan? Dengan mengerem laju roda depan, maka kendaraan pun akan lebih cepat berhenti. Kalaupun ada rem belakang, maka porsi pengereman pun tetap lebih banyak untuk rem depan. Ada yang menggunakan rumus 75-25 (75% pengereman roda depan, dan 25% roda belakang) atau 60-40 (60% rem depan, 40% rem belakang).

Saat ini sudah banyak toko sepeda yang menjual sepeda fixie. Kepopulerannya menjadikan tren bersepeda bangkit kembali. Mau beli jadi atau merakit sendiri semua berpulang ke kemampuan dana. Juga selera.

Meski "kurang bergaya" atau malah dibilang mati gaya, tapi menggunakan asesoris pengaman bersepeda seperti helm, kaca mata, dan sarung tangan membuat bersepeda Anda menjadi lebih aman.

Tidak ada komentar: